Friday, March 30, 2012

Tujuan Hidup

Suatu hari ada orang aneh
mendatangi anda. Lalu berucap:
“Mau kemana sih, loe?”,
Gampang. Anda jawab saja:
“Gue mau kekantor!”. Atau,
“Gue mau kekampus.” Bilang
“kerumah pacar” juga boleh.
Pertanyaannya hanya satu;
“Mau kemana sih, loe?”
Tetapi, jawabannya bisa banyak
sekali. Sekarang, jawaban mana
yang benar? Tidak seperti soal
ebtanas yang menuntut hanya
satu jawaban yang benar,
pertanyaan itu memberikan
keleluasaan kepada setiap
individu untuk menemukan
jawabannya masing-masing.
Apakah anda bilang hendak
kekantor atau ke kampus, atau
kerumah pacar; itu tidak
dipersoalkan. Sebab, orang yang
mempunyai tujuan, akan selalu
mempunyai jawabannya.
Sedangkan, seseorang yang
tidak tahu hendak menuju
kemana dia; pasti tidak bisa
menjawabnya.Saya baru
diingatkan kembali tentang
salah satu episode dari Alice in
Wonderland, buah karya
legendaris Lewis Carroll. Dalam
suatu perjalanan, Alice tiba di
sebuah persimpangan jalan.
Jalan yang dilaluinya bercabang
menjadi dua. Satu kekiri, dan
satu lagi kekanan. Alice bingung
mau mengambil jalan yang
mana. Dalam bimbangnya, ia
bertanya kepada Cheshire Cat
yang lucu itu; “Would you tell
me please,” katanya “which
way I ought to go from here?”
Kucing bijaksana itu menatap
wajah Alice. Lalu dia berkata;
“That’s depend on a good
deal on where you want to
go…” Kata Cheshire Cat.
Mendengar nasihat itu, Alice
berkata bahwa dirinya tidak
terlalu peduli dengan tujuan.
Dan sang kucing kembali
tersenyum, lalu berkata dengan
lemah lembut;
“Then, it doesn’t matter
which way you go….” Jalan
mana yang kamu tempuh – my
dear – bergantung kepada
tujuanmu.
Kalo kamu nggak tahu kemana
tujuan kamu, ngambil jalan
manapun nggak urusan.
Terserah kamu. Itu bukan saya
yang bilang. Tapi, si Cheshire
Cat. Kalau bangsa kucing aja bisa
bilang begitu; kenapa anda
nggak bisa bilangin hal yang
sama buat diri anda sendiri?
Anda suka kebingungan kalo
berhadapan dengan dua pilihan.
Jadinya hidup anda gamang.
Jiwa anda ngambang. Hati anda
bimbang. Nggak bisa bikin
keputusan. Ujung-ujungnya
anda cuma bengong doang.
Nggak ngambil jalan yang ini.
Nggak juga yang itu. Nggak
ngambil tindakan ini. Nggak
juga yang itu. Anda jadi pasif.
Nggak ngapa-ngapain. Dan
tahu- tahu anda nyadar kalau
udah tua. Padahal anda nggak
tahu dipake apa aja tuch umur!
Begitu, sang sosok dicermin
berkata ketika saya
menatapnya.
Sebenarnya, hal itu tidak perlu
terjadi jika saja kita sudah
mempunyai jawaban yang jelas
atas pertanyaan dari orang aneh
tadi. “Mau kemana sih, loe?”.
Sesungguhnya, ini bukan
sekedar pertanyaan tentang
sebuah tindakan. Melainkan
tentang misi hidup kita. Pendek
kata, `Mau kemana sih, loe..’
mengingatkan kita bahwa
Tuhan menciptakan manusia
dengan suatu tujuan. Oleh
karenanya, setiap manusia yang
dilahirkan memiliki misi
hidupnya masing-masing. Kita
diajak untuk sadar tentang
tujuan hidup kita itu. Sebab,
tujuan hidup kita akan
menentukan tindakan kita. Jika
tujuan hidup kita baik; maka kita
akan menjauhi tindakan-
tindakan yang buruk. Tetapi, jika
tujuan hidup kita buruk; ngapain
kita buang-buang waktu untuk
melakukan tindakan yang baik?
Kalaupun kita melakukan
kebaikan, maka itu bertujuan
supaya kita bisa menutupi
keburukan lain yang kita
lakukan. Topeng. Karena,
kebaikan kita pasti tidak didasari
oleh niat baik. Mungkin kita
hanya sekedar ingin dipuji
orang. Mungkin kita hanya ingin
agar orang mencoblos kita pada
pemilihan ketua RT nanti. Apa
saja.
Sedangkan tujuan yang baik
memberi kita panduan. Supaya
kita tidak melakukan tindakan
yang berlawanan dengan tujuan
kita. Jika kita bertujuan baik, kita
tidak akan pernah mau
mencemarinya dengan setitik
dengki didalam hati. Apalagi
merusaknya dengan tindakan
yang merugikan orang lain. Atau
hal-hal buruk lainnya. Sebab,
seperti air dan minyak, tujuan
baik belum bisa berintim-intim
dengan perilaku buruk.
Makanya, jika seseorang lebih
banyak berperilaku buruk.
Mementingkan dirinya sendiri.
Menghalalkan segala cara; bisa
dipastikan bahwa orang itu
mendefinisikan tujuan hidupnya
kearah yang buruk. Sebab, jika
tujuan mereka baik; pasti akan
tercermin pula didalam sikap,
tindak-tanduk, dan lakunya
setiap hari. Pendek kata, tujuan
yang kita tentukan memberi
arah kepada kita; atas jalan
mana yang harus kita tempuh
ketika kita berada disebuah
persimpangan.
Selain memberi arah, tujuan
hidup juga memberi kekuatan
jiwa. Jika kita sudah mempunyai
tujuan mulia; maka kesulitan
hidup macam apapun yang
merintangi, pasti akan kita
hadapi. Jadinya, kita tidak
mudah menyerah. Karena kita
tahu, meskipun sulit; tapi itu
adalah jalan yang akan
membawa kita menuju ke
tempat yang kita tuju.
Sedangkan, jalan lain –
meskipun kelihatannya indah –
bukan membawa kita ke tempat
yang kita cita-citakan. Dengan
begitu kita bisa menjadi pribadi
yang tangguh.
Dalam pekerjaan pun demikian.
Jika kita mempunyai tujuan
dalam karir atau pekerjaan,
maka kita akan bersedia untuk
melakukan banyak hal yang
memungkinkan kita mencapai
tujuan itu. Meskipun mungkin
itu membutuhkan usaha ekstra.
Kesabaran yang lebih besar. Dan
keuletan yang luar biasa. Jika
tujuan kita lebih besar dari
orang lain; maka kita tahu dong
bahwa usaha yang kita lakukan
mestinya juga lebih berkualitas
daripada orang lain. Oleh sebab
itu, agak aneh juga ya kalau kita
bercita-cita untuk melampaui
pencapaian orang lain, tapi kita
bekerja dengan kualitas dan
kuantitas yang sama dengan
mereka. Betapa banyak orang
yang ingin sukses dalam
karirnya. Ingin menjadi manajer
yang hebat. Tidak jarang juga
yang berambisi untuk menjadi
direktur secepat kilat. Tapi,
mereka bekerja tidak lebih baik
dari teman-temannya. Bahkan,
jujur saja; orang lain banyak
yang lebih bersungguh-sungguh
dari mereka. Menurut pendapat
anda; jika kesempatan itu
memang ada, siapa yang layak
mendapatkannya? Tentu adalah
orang yang lebih ulet. Lebih giat.
Lebih berdedikasi.
Ada pertanyaan; Jika kita punya
tujuan, belum tentu bisa
mencapainya kan? Benar. Tidak
semua orang yang mempunyai
tujuan berhasil mewujudkannya.
Karena ada beberapa faktor
yang menentukan. Misalnya, kita
keburu meninggal. Jika sang
pemilik hidup mengambil hidup
kita, mau apa lagi? Terima saja.
Lagipula, jika selama hidup kita
sudah dituntun oleh tujuan
hidup yang baik, maka pastilah
maut akan membawa kita ke
tempat yang lebih baik.
Bagaimana kalau kelakuan kita
dikendalikan oleh tujuan hidup
yang buruk? Jadi, kematian
bukanlah sesuatu yang mesti
kita takutkan.
Lain ceritanya kalau
ketidakberhasilan itu
disebabkan karena kita tidak
memaksimalkan kemampuan
yang kita miliki. Betapa banyak
orang yang sesungguhnya
mempunyai kemampuan tinggi,
sekolah tinggi, kesempatan
banyak; tapi mereka tidak
memaksimalkannya. Jadi,
meskipun cita-citanya tinggi;
pencapainnya tetap rendah.
Mengapa? Karena mereka tidak
memacu diri untuk
mengerahkan semua potensi
diri yang dimiliki.
“Mau kemana sih, loe?”
bukan pertanyaan yang semata-
mata bersifat duniawi. Dia juga
mewakili kepentingan ukhrowi.
Pertanyaan itu mengingatkan
kita bahwa nanti, kita ini akan
kembali menghadap sang
Khalik. Sang pemilik hidup, yang
sudah meminjamkan hidup itu
kepada kita. Maka, “Mau
kemana sih, loe?”
mengandung makna; `apa yang
akan engkau
pertanggungjawabkan kelak
ketika engkau kembali
menghadap sang pencipta?’.
Bukankah pasti Dia bertanya;
“Elo pake apa tuch kehidupan
yang sudah Gue pinjamkan
itu?”
Ketika mendengar seseorang
meninggal dunia, Anda bilang:
“Saya turut berduka cita.”
Lalu anda berkata: “Semoga
arwahnya diterima disisi Tuhan,
dan diberikan tempat baginya
disurga….” Itu sebetulnya
bukan sekdar do’a. melainkan
juga cita-cita kita. Kita ingin
kembali ketempat yang layak di
sisi Tuhan kelak. Makanya, aneh
juga ya kita ini. Kita berdoa
begitu untuk orang yang
meninggal,. Tapi, kita suka lupa
bahwa doa itu hanya akan
dikabulkan jika orang yang kita
doakan memang orang baik. Jika
dia bukan orang baik;
memangnya kita ini sesakti apa
sehingga Tuhan mau
mendengarkan doa kita? Apalagi
jika doa itu kita ucapkan hanya
sekedar basa-basi belaka.
Sebaliknya, orang-orang baik
yang meninggal. Meskipun kita
tidak berdoa kepada Tuhan
supaya Dia memberinya tempat
paling mulia: dia tetap saja akan
mendapatkan tempat mulia itu.
Sebab, memang dasarnya dia
orang baik. Dan memenuhi
syarat untuk mendapatkan
kemuliaan disisin Tuhan.
Lantas, bagaimana seandainya
yang mati itu bukan orang yang
kita doakan; melainkan diri kita
sendiri? Apakah doa orang lain
akan sanggup merayu Tuhan
supaya memberi kita tempat
yang layak? Ataukah, perilaku
baik kita selama hidup yang
menentukan? Well, it is worth to
reflect when it comes to Mau
kemana sih, loe…
dikutip dari www.antonhuang.com

No comments:

Post a Comment

Tulis Komentar